Join the Movement / Volunteer (/join/)

2025-11-02-18-15-29-5e0a1a39-76de-4f35-80b5-cf62fb7b7814 (1)

Add Your1. Kerajaan yang Diakui dan Merdeka: Kesultanan Aceh Darussalam adalah kerajaan Islam yang berdaulat penuh dan telah ada jauh sebelum Indonesia berdiri. Sejak abad ke-16, Aceh diakui secara internasional sebagai negara merdeka. Aceh menjalin hubungan diplomatik dengan Kesultanan Utsmaniyah, Inggris, Belanda, dan lebih dari empat puluh negara lain di Asia, Timur Tengah, dan Eropa. Pada tahun 1565, Kesultanan Utsmaniyah secara resmi mengakui Aceh sebagai sekutu—sebuah fakta yang tersimpan dalam arsip Istana Topkapi di Istanbul. Para duta besar Aceh bertugas di India, Arab, dan istana Utsmaniyah, mewakili negara dengan pemerintahan, militer, dan hukumnya sendiri. Aceh juga menandatangani perjanjian perdagangan dan perdamaian yang mengikat secara hukum dengan Inggris (1819), Portugal, Belgia, dan Belanda sebelum invasi Belanda. Jika Aceh tidak diakui sebagai kerajaan yang berdaulat dan negara merdeka, maka dengan logika yang sama, Belgia—negara asal Presiden Charles Michel—dan Jerman—negara asal Presiden Ursula von der Leyen—juga tidak dapat diakui sebagai negara yang sah. Logika yang sama akan berlaku untuk semua negara lain, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa, yang legitimasinya akan didasarkan pada prinsip kedaulatan dan pengakuan yang sama. Heading Text Here

qanun Cover

2. Prinsip Panduan: Prinsip-prinsip panduan peradaban Aceh diungkapkan dalam pepatah abadi Adat bak Poteu Meureuhom , Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Resam bak Laksamana —yang berarti 'Adat istiadat milik Raja, Hukum Agama di tangan Syiah Kuala (yang berarti ulama atau cendekiawan agama ), Qanun (Hukum di samping hukum agama ) di tangan Putroe Phang (Yang berarti wanita Aceh ), dan Adat istiadat untuk Laksamana (Tentara).' Pernyataan ini mendefinisikan harmoni sosial dan hukum Aceh: keseimbangan antara otoritas, spiritualitas, hukum, dan gender. Kode-kode ini dibentuk dan ditegakkan oleh pria dan wanita, terutama ratu dan cendekiawan Aceh, yang memastikan bahwa keadilan dan kesetaraan memandu pemerintahan, hukum, dan etika militer.